Strategi Kepala dan Ekor di Pentas Pemkot Bogor

Posted on July 28, 2009. Filed under: Jurnal Intelektual, The Techno-power | Tags: , , , , , , , , |

Bapak-bapak dan Ibu-ibu berseragam coklat memenuhi hingga dua pertiga ruangan yang berukuran kira-kira dua kali lapangan tenis. Mereka mengobrol, riuh rendah dengan logat sunda yang kental. Kadang tertawa, kadang mengomentari “Blackberry” yang dijual seharga kurang lebih dua ratus ribu, handphone cdma bundling milik Telkom Flexi, sponsor acara yang didisplay di sebuah booth diluar ruangan.

Begitulah apabila Ruang Rapat I Sekda Balaikota Kota Bogor, ketika menjadi tempat penyelenggaraan Seminar Pemanfaatan Perangkat Lunak Legal bertajuk “Strategi Migrasi Linux” yang mengundang para pimpinan kelurahan, kecamatan, serta instansi terkait.

Selain itu, dalam seminar yang diselenggarakan Pemerintah Kota Bogor bekerjasama dengan Departemen Komunikasi danInformatika (Depkominfo) RI pada hari Selasa, 30 Juni 2009 ini juga dihadiri beberapa orang dengan pakaian rapi ala kantoran, lengkap dengan celana bahan dan sepatu mengkilap.

Tak perlu banyak menduga, merekalah para pelaku bisnis dan perhotelan, juga sebagian diantaranya utusan dari sekolah-sekolah di Kota Bogor. Tampak juga undangan yang lain adalah dari komunitas pengguna Linux Bogor yang antusias duduk dideretan paling depan bangku seminar. Tak berapa lama, acara dimulai.

Ruangan yang sudah ditata sedemikian rupa menjadi tempat seminar ini riuh rendah dengan “obrolan siang” dengan ceritera obrolan mulai Pilpres, capeknya bekerja hingga gosip kinerja kelurahan sebelah berangsur hening ketika Pemerintah Kota Bogor selaku panitia seminar, melalu Dinas Hubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Bogor menyampaikan susunan acara.

Acara dimulai tepat Pukul dua siang dan direncanakan berakhir pas adzan ashar tiba. Bagaimanakah para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang biasanya digeneralisasi sebagai kalangan “gaptek” alias gagap teknologi ini bisa memahami, dan kemudian menerima solusi final penggunaan perangkat lunak legal dengan bermigrasi ke Linux?

Membayangkan bagaimana strategi yang baik untuk bermigrasi ke Linux kepada para PNS dan pelaku ekonomi di Kota Bogor ini sepertinya gampang-gampang susah. Gampang, karena sistem dan kultur birokrasi anutan pelaku pemerintahan baik sipil maupun militer di negeri ini amat feodal. ‘Pabila sudah ada inisiatif untuk melegalkan semua sistem operasi komputer maka bawahan manut aja. Yang susah adalah meyakinkan.

Ada teman yang mempunyai jasa konsultan TI membeberkan susah gampang migrasi ke Linux/FOSS (Free & Open Source –bebas dan berkode sumber terbuka) dengan melakukan kiat yang tepat dalam membantu resistensi dari user (pengguna). Menurut sang teman, timnya dengan gampang bisa meyakinkan orang TI di perusahaan tersebut, namun yang susah adalah meyakinkan level manajerial dan level pengguna atau operator sekaligus.

Ibaratnya menangkap ular, yang dilakukan adalah mencekal badan ular yang demikian panjang padahal kepala dan bagian ekor bisa bergerak kemana-mana. Kalau beracun, kepala bisa menggigit dengan bisa-nya, beberapa buntut ular pun bisa menyambit dengan racun-nya. Alih-alih yang ingin memegang malah mati ditempat. It will be a nightmare ever.

Lalu strategi macam apa sih? Inilah yang seharusnya dijawab pada seminar ini. Akan tetapi, bahkan sebelum acara dimulai, kita bisa menebak, strategi apa yang sudah dilaksanakan. Yup. Dengan (telah) diperkenankannya acara seminar ini, tentu sekaligus menegaskan bahwa “kepala” sudah dipegang. Sehingga dapat disimpulkan, seminar setengah hari yang yang diikuti sekitar seratusan peserta ini membidik “ekor”.

Dengan ingin bermigrasinya Pemerintah Kota Bogor, bisa jadi, sebagai ajang sosialisasi, seminar strategi migrasi ini diharapkan dapat merangsang para lurah, camat, pengusaha perhotelan, sekolah dan stakeholder lain untuk aware dan segera mempelajari Linux sebab inilah sistem operasi yang akan dipakai diseluruh instansi dibawah Pemerintah Kota Bogor.

Bau bisnisnya pun tak kalah menggiurkan. Bayangkan apabila satu saja instansi mendeklarasikan migrasi total dan go Open Source, proyek tidak hanya mencakup banyaknya PC desktop dan server yang akan dimigrasikan, tapi juga update keterampilan para pengguna. Istilahnya, biar susah, sekalinya dapat, rejeki melimpah.

Ini perbedaannya dengan proyek sejenis di instansi/perusahaan swasta. Lebih mudah, tapi terkadang nilainya bisa diperdebatkan. Bisa besar bisa kecil, tergantung “nasib”. Bisa dibayangkan satu departemen saja bisa sepuluh kali lipat dari proyek migrasi di perusahan swasta menengah. Belum lagi apabila melihat sisi “politis” dan “tanggungjawab” terhadap kemandirian bangsa terkait penguasaan teknologi informasi dan komunikasi. Bisa jadi, misi –sekaligus beban– sosial itu tetap melekat apabila berhadapan dengan institusi bernama “pemerintah”. Sangat menjanjikan.

Beberapa sambutan, baik dari Walikota Bogor hingga Direktur Aplikasi Perangkat Lunak Depkominfo –yang walaupun semuanya diwakilkan– jika diperhatikan isinya sudah dengan lugas dan jelas mendukung Open Source. Walikota Bogor, H. Diani Budiarto yang dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Dishubkominfo Kota Bogor, H. Ahmad Syarief dan Direktur Aplikasi Perangkat Lunak, Lola Amalia Abdullah yang diwakilkan oleh Riki Arif Gunawan.

Sayang, presentasi Riki yang memaparkan berjudul “Free & Open Source Software : Pilihan Utama Software Legal” hanya sekilas menginformasikan mengenai Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (SE MenPAN), yang notabene berwewenang dan berkompeten masalah SDM berjulukan ‘PNS”. Mungkin ada baiknya sekalian diberikan contohnya pada materi yang difotokopi panitia, atau sekedar ditampilkan di layar presentasi mengenai Surat Edaran tersebut.

Sebab, walau Surat Edaran disebarkan kemana-mana mulai dari para menteri, Kapolri, Jaksa Agung, Gubernur Bank Indonesia, Panglima TNI, hingga ke para kepala instansi pemerintahan termasuk walikota, dapat dipahami mungkin sosialisasi (baca: surat) itu tidak sampai ke para lurah dan camat ini. Ini cocok sekali untuk meyakinkan bagaimana dukungan dan komitmen institusi pemerintah terhadap gerakan Indonesia, Go Open Source (IGOS) yang dideklarasikan pada tahun 2004 yang lalu. Apalagi ada kata “diwajibkan” pada surat edaran tersebut. Menilik psikologis para PNS, baik institusi sipil maupun militer, acuan diwajibkan ini bisa menjadi perintah langsung (direct order) untuk eksekusi.

Bagaimana dengan pelaku bisnis dan lembaga diluar pemerintahan? Tentu UU HKI No. 19/2002, Surat Edaran Kepolisian mengenai jerat hukum pembajakan, Kampanye Be Legal dan hukuman yang tanpa pandang bulu bisa menjadi shock therapy.

Beberapa berita teranyar, baik melalui media cetak seperti koran dan media online seperti di detik.com mengenai kampanye sweeping produk aplikasi bajakan di laptop serta beberapa perusahaan besar yang kena ciduk dan berurusan dengan hukum akibat pembajakan, misalnya berita (adanya isu) sweeping di bandara, dan perusahaan sekelas Autodesk bersama aparat menutup dan memperkarakan sejumlah perusahaan yang menggunakan peranti bajakan produk desain teknik mereka. Ini adalah shock therapy yang berdampak positif bagi kampanye Be Legal. Ya, bukan hal yang aneh, apabila ketakutan (fearness) ini terkadang bisa –dan perlu– dieksploitasi, selain tentunya dengan tambahan beberapa keunggulan Linux & FOSS dibanding peranti proprietary dan berkode tertutup lainnya.

Ada dua alternatif masalah Be Legal ini, yaitu membeli peranti lunak atau sistem operasi yang sama dengan harga yang menguras kantong, atau migrasi (beralih) ke Open Source, dalam hal ini paling populer dan paling mudah adalah Linux. Tentu pemikiran logis dan masuk akal adalah migrasi segera ke Open Source atas berbagai pertimbangan keunggulan yang bisa dua kali lipat lebih banyak daripada beli peranti lunak yang “Asli”. Pemerinta Kota Bogor, dalam hal ini, telah memilih solusi kedua, dan strategi berikutnya adalah sosialisasi, dalam bahasa artikel liputan ini, “memegang ekor”.

Dalam membahas strategi migrasi ini dihadirkan tiga narasumber. Dua dari pemerintahan yang memiliki interkoneksi dengan proses migrasi Pemerintah Kota Bogor yaitu perwakilan Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo), perwakilan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan –perlu diakui bahwa tokoh sentral, “Petinju” tunggal dalam seminar ini adalah Pak Michael “Opa Michael” Sunggiardi, seorang warga bogor (perlu digarisbawahi) yang sudah puluhan tahun bergelut di bisnis TI dengan prototipe toko komputer pertama di Kota Bogor, yaitu Batutulis komputer. Selain beliau aktif sebagai ‘jurkam” Linux nasional yang telah berkeliling sabang sampai merauke lewat kapasitasnya sebagai konsultan Jardiknas, pebisnis, sekaligus evangelist.

Setelah pemaparan secara teoritis dengan usaha membuka wacana dan cakrawala pengetahuan para peserta seminar mengenai apa itu FOSS, mengapa memilihnya dan aspek-aspek lain terkait, Opa Michael tanpa banyak bicara langsung saja mendemokan laptopnya yang sudah diisi dengan sistem operasi Windows legal dan mau dicoba dengan memakai USB Flashdisk untuk menjadi “Live USB” Sistem operasi Linux yang langsung siap pakai. Setelah reboot dan menjalankan Linux Ubuntu yang sudah dikemas sedemikian rupa di USB yang “berukuran mini kapasitas maksi”, para peserta mulai tercengang melihat kehebatan Linux yang “cuma” berukuran USB Flashdisk 2 GB. Untuk server, Opa Michael menamakan distro (distribusi Linux) hasil oprekannya sebagai “yUeSBe”. Plesetan dari USB dengan format penulisan ala “bahasa indonesia yang tidak disempurnakan”.

Menurut kontributor tetap majalah InfoLinux tersebut, Inilah yang disebut dengan “strategi terbaik” sesuai judul seminar. Diharapkan, dengan memakai sebuah usb flashdisk, maka kendala dan alasan-alasan yang membuat para PNS dan masyarakat umum menolak me-linux-kan diri tidak dapat menjdi alasan. Sebab, dimanapun berada, tinggal colok dan restart komputer, maka Linux pun mucul dihadapan. Kurang lebih, strategi ini adalah implementasi konkret dari ungkapan terkenal (famous quote) “ala bisa karena biasa” dan “tak kenal maka tak sayang”.

Jika berbicara ekor, maka apabila “kepala” –anggap saja ular– ini, dipegang, biasanya ekor akan berhenti beraktivitas aktif. Siang itu, para Lurah dan Camat dalam sesi tanya jawab “hanya” meminta informasi mengenai konektivitas data, keamanan data dan kemampuan konversi data lama ke dalam aplikasi berbasis FOSS. Pertanyaan yang teknis dan sangat masuk akal diutarakan oleh para pegawai pemerintahan sebab terkait dengan pelayanan mereka kepada masyarakat. Dengan mudah beberapa pertanyaan ini dijawab pembicara dan sepertinya para penanya puas.

Ya, kebanyakan memang pengguna (user) tidak perlu mengetahui secara teknis permasalahan administrasi sistem maupun troubleshooting. Asalkan bisa dipakai, dan sudah menjadi perintah baginya, tentu mudah dilaksanakan. Di lapangan, biasanya staf teknis yang mengerjakannya. Artinya dalam hal ini, walau demikian sulit, apabila sudah memegang “kepala”, dan “badan” (manajer dan staf bagian atau divisi TI), maka “ekor” yang “suka mengekor” ini cukup mudah dikendalikan.

Cukup jenaka, sebuah joke yang dilontarkan dalam rangka ice breaking di awal pembacaan kata sambutan, oleh H. Ahmad Syarief, Kepala Dishubkominfo Kota Bogor yang mewakili Walikota Bogor kepada peserta, khususnya para PNS kelurahan dan kecamatan di Kota Bogor, bahwa “sebelum pakai Blackberry, bisa dulu internet, ngerti dulu apa itu internet. Pake dulu Linux buat internetan. Nah baru di beli atuh blekberinya.. tapi belinya yang dua ratus ribu aja diluar” (seraya menunjukkan booth Telkom Flexi). Yang tentunya mengundang tawa para hadirin.

Selain mulai meningkatnya kesejahteraan para PNS, “godaan” blackberry tentu membuat rasa ingin mengetahui teknologi mereka semakin besar. Dan ingin tidak “gaptek” pun terlihat jelas dari angguk-anggukan kepala pada saat berinteraksi dan tanya jawab dengan para narasumber.

Pentas migrasi ini tampaknya bukan sebuah akhir, namun justru awal dari sebuah ide besar. Saat ajang ini berlangsung, bertemunya Michael Sunggiardi plus Pemerintah Kota Bogor, Depkominfo dan BPPT mensinyalir agenda lebih besar. Dan memang, ketika dikonfirmasi, konsep Bogor Cyber City ternyata sudah mulai digulirkan kembali sejak pertama kali dicetuskan satu dekade lalu.

Saatnya memang, Kota Bogor berbenah dan menata pelayanan masyarakat dengan maksimal dan optimal. Dengan efektif dan efisien. Selain Bogor Cyber City, tahun 2010, artinya tahun depan, Bogor juga akan menjadi tuan rumah Konferensi Linux Indonesia (Indonesia Linux Conference). Acara nasional ini, dengan demikian sudah pasti mendapat sambutan hangat dari Pemkot Bogor. Apalagi, konferensi salah satu distro Linux terbesar di Indonesia, Konferensi BlankOn Linux, yang digelar beberapa waktu di Universitas Pakuan, Bogor juga mencatat kesuksesan. Sebuah tambahan track record yang paripurna apabila implementasi penggunaan aplikasi Open Source di seluruh instansi pemerintahan pada tahun 2010 nanti juga dianggap dilaksanakan dengan baik oleh Kota Bogor dan tentunya juga kita harapkan adalah Kabupaten Bogor yang segera menyusul “saudaranya”.

Hari itu, diruang rapat yang disulap menjadi ruang seminar, berkumpul elemen-elemen Kota Bogor, didukung total oleh pemerintahnya sendiri, Bogor, segera menjadi “ular naga yang panjang bukan kepalang” yang diyakini sebagai simbol keberkahan, kekayaan, keberuntungan. Kepalanya sudah menjadi Linux, Badannya sudah Linux, ekornya pun sudah memegang Linux dalam satu alat kecil, bernama USB Flashdisk.

Deskripsi Tulisan :
Sesuai dengan Tema Meningkatkan Kepedulian Masyarakat untuk Penggunaan Open Source, maka tulisan ini memaparkan tentang adanya kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor beberapa hari yang lalu sebagai bagian dari strategi meningkatkan kepedulian masyarakat, utamanya diseluruh kalangan pemerintahan di wilayah Kota Bogor dan stakeholders Kota Bogor.

Penulis mendeskripsikan dan menuliskan kegiatan ini sebagai sebuah langkah Pemerintah Kota Bogor beserta berbagai elemen masyarakat di Kota Bogor yang sudah seia-sekata dalam menggunakan peranti lunak Free & Open Source dalam kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

Tentang Penulis :
Alumnus Universitas Indonesia, Departemen Ilmu Administrasi, Program Studi Administrasi Negara dengan konsentrasi masalah Kebijakan Publik di bidang Pendidikan & TIK, serta e-government dalam kaitannya dengan good governance.

Read Full Post | Make a Comment ( 1 so far )

Deklarasi Indonesia Go Open Source! (IGOS) dan Implikasinya di bidang Pendidikan

Posted on December 16, 2008. Filed under: Coretan Intelektual, The Techno-power | Tags: , , , , , , , , , , , , , , , |

Indonesia Go Open Source! (IGOS) adalah keputusan strategis di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dari pemerintah Republik Indonesia melalui lembaga-lembaga terkait. IGOS dideklarasikan pada tanggal 30 Juni 2004 yang ditandatangani oleh : Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Kehakiman dan HAM, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Pendidikan Nasional. IGOS adalah sebuah gerakan nasional yang dicanangkan oleh pemerintah, yang merupakan sebuah ajakan untuk mengadopsi Open Source di lingkungan pemerintah. Meskipun hanya ditandatangani oleh lima kementrian dan departemen, namun implementasinya didukung luas oleh lembaga-lembaga dan departemen lain misalnya Departemen Tenaga Kerja, Depdiknas dan Presiden sendiri, dengan membentuk Dewan TIK Nasional (DeTIKNas) sebagai penasihat presiden dalam urusan dan keputusan terkait Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Indonesia.

Salah satu poin penting deklarasi tersebut adalah pada poin ketiga, yaitu melakukan langkah-langkah aksi yang diantaranya Mendorong terbentuknya pusat-pusat pelatihan, competency center dan pusat-pusat inkubator bisnis berbasis open source di Indonesia. Deklarasi IGOS bertujuan agar bangsa Indonesia dapat membangun aplikasi peranti lunak komputer yang berkode sumber terbuka, membuat bangsa Indonesia dapat dengan mudah merancang, membuat, merekayasa dan menjual produk intelektual dengan mudah, murah dan tidak tergantung kepada pihak-pihak tertentu yang sewaktu-waktu dapat memaksakan kepentingan terkait dengan kebutuhan dukungan (support) terhadap produk.

Anak negeri bisa menghasilkan produk-produk karya sendiri, bebas, terbuka dan dapat disempurnakan oleh siapa saja dikarenakan konsep kode sumber yang terbuka sehingga dengan mudah dapat dilihat, dimodifikasi dan disempurnakan oleh siapa-saja. Pemilihan teknologi open source oleh pemerintah RI sendiri telah menjadikan sistem operasi (OS) berbasis Open Source, yaitu GNU-Linux (selanjutnya disingkat Linux) menjadi populer. Hal ini disebabkan banyaknya keunggulan Linux dibanding sistem operasi Open Source lainnya bahkan mengungguli raksasa sistem operasi proprietary yang saat ini, yaitu Microsoft Windows.

Open source sendiri dapat dimaknai sebagai sistem operasi komputer dan program-program komputer berlisensi Free (Bebas) dan Open Source (Berkode sumber terbuka. FOSS (Free & Open Source Software) Secara sederhana berarti kode program dapat dilihat, dimodifikasi, disebarluaskan secara bebas, halal, baik berbayar maupun gratis. Contoh konkretnya adalah Linux, sebuah sistem operasi penantang Microsoft Window$. Efeknya adalah pengguna dapat melakukan pembuatan aplikasi yang justru lebih canggih dan menyempurnakan aplikasi yang sebelumnya ada, tanpa perlu menunggu dari si pembuat. Bebas untuk berkreasi, membuat program komputer dan meneruskan program yang sudah dibuat oleh orang lain. Bebas, dan untuk tujuan kemanusiaan maupun komersial. Bebas saja.

Ada dua implikasi dari deklarasi IGOS ini bagi dunia pendidikan. Pertama, dilihat dari ditandatanganinya Deklarasi oleh Menteri Pendidikan Nasional pada waktu itu, secara internal menjadikan Open Source (baca : Linux) menjadi pilihan bagi departemen terkait. Sedangkan secara eksternal, memberikan perintah tidak langsung bahwa dunia pendidikan sudah menerima Open Source menjadi pilihan sistem operasi maupun aplikasi sehar-hari. Kedua, sektor pendidikan yang sudah stabil mendorong aktivitas pembelajaran, riset dan kemungkinan untuk melakukan migrasi ke Linux. Mulai dari kurikulum perguruan tinggi, mulai dirombak dan didasari oleh dasar kurikulum TIK yang open source, kalau tidak dapat disebut bebas dari pengaruh sistem operasi tertentu. Hingga kegeliat sektor swasta dalam rangka memenuhi kebutuhan SDM TIK berbasis Linux/FOSS. Muncul dan kian berkembang lembaga-lembaga training komputer yang memfokuskan diri dalam menyiapkan sumberdaya manusia yang diperlukan dalam rangka pemenuhan SDM yang memiliki kompetensi dalam bidang TIK yang dibutuhkan. Hal ini sejalan dengan amanat Deklarasi IGOS oleh pemerintah pada tahun 2004.

Selain itu, adanya tren SDM berdaya saing tinggi apabila menguasai Linux/FOSS dibandingkan dengan penguasaan sistem operasi lainnya, terutama ditunjukkan oleh adanya riset dari kebutuhan pasar/dunia industri terhadap SDM TIK terutama yang menguasai Linux. Selama kurun waktu hingga 2008 –hingga pada saat tulisan ini dibuat, telah banyak terbentuk komunitas-komunitas Linux dan lembaga training komputer berbasis Linux/FOSS. Selain faktor deklarasi IGOS yang artinya sudah didukung pemerintah, komunitas dan lembaga training merespons adanya pasar dan kebutuhan untuk jasa pelatihan komputer utamanya berbasis Linux/FOSS.
Sebagai lembaga bisnis, kebutuhan masyarakat akan pelatihan Linux dan pemrograman under Linux membuat lembaga pelatihan dan pendidikan berbasis Linux/FOSS memiliki pangsa pasar tersendiri. Diantara lembaga-lembaga yang ada, di daerah jabotabek dikenal beberapa lembaga training Linux yaitu Inixindo (www.inixindo.com), Nurul Fikri (www.nurulfikri.com), Linuxindo (www.linuxindo.com), Ardelindo Aples 1991 (www.ardelindo.com), Bajau (www.bajau.com), Indolinux (www.indolinux.com), selain training-training Linux lain yang dibuka oleh komunitas-komunitas Linux di Indonesia. Lembaga-lembaga ini selain bergerak dibidang training dan pendidikan profesional Linux/FOSS, juga beberapa menyediakan jasa inhouse training untuk kalangan korporat dan paket khusus pendidikan, termasuk dukungan produk pendidikan sekolah.

Pada dunia pendidikan, sudah banyak sekolah-sekolah memiliki ekstrakurikuler Kelompok Studi Linux (KSL) dan atau Kelompok studi IT lainnya yang mempelajari Linux/FOSS sejak dini. Dan ini terus berkembang. Di lingkungan masyarakat, komunitas pengguna Linux membentuk regional-regional komunitas dengan label KPLI yang tersebar di seluruh Indonesia, hingga mencapai limapuluhan KPLI terbentuk, dari sabang sampai merauke. Pusat koordinasi sosialisasi Linux ada pada Yayasan Penggerak Linux Indonesia (YPLI) dan dalam menunjang perkerabatan dan jaringan, tak pelak Asosiasi Open Source Indonesia (AOSI) yang baru berdiri menjadi tulang punggung komunikasi.

Bagaimana dengan sekolah yang belum mengenal Linux/FOSS (alih-alih menggunakan Linux)? Jangan-jangan siswa-siswa sudah lebih dahulu mengenal Linux melalui kelompok studi Linux atau TIK yang digelutinya. Sebagai institusi formal yang mendukung ketrampilan TIK demi masa depan siswa-siswinya, sudah tidak ada alasan bagi sekolah untuk menjadikan Linux sahabat dalam teknologi informasi. Linux/FOSS akrab dengan dunia pendidikan. Sebuah solusi sistem operasi dan aplikasi yang bebas, murah (bahkan lebih sering disebut “gratis”) dan bersahabat dengan anggaran sekolah. Cita-cita untuk memajukan intelektual siswa-siswi tentu ada, dan lebih baik apabila sesegera mungkin menggunakan sistem operasi ini. Kalau sudah mengenalkan kepada sekolah dan melakukan ujicoba, selanjutnya, terserah Anda..

Read Full Post | Make a Comment ( 1 so far )

Gw Independen, Jadi Gw Pake Linux!

Posted on May 23, 2008. Filed under: Coretan Intelektual | Tags: , , , |

Ya, Pertama-tama, untung gw pake Linux. Kalo nggak :

Capek dehh… tiap hari was was en perlu ngupdate antivirus (yang nggak menjamin) biar bebas dari Virus komputer. Gw juga Jadi banyak pahala, ada ladang amal, sebab banyak yang minta tolong “scan” flashdisk via Linux. Yup, bener sekali. Linux baca semua virus jadi-jadian yang nyaru berbentuk dokumen .doc hehe tak apusin semua, sekaligus juga klo ada autorun yang di create sama program virus tersebut. Betul, cuman list, pencet tombol DEL di keyboard, ilang deh virusnya. Baru flashdisk di keluarin dan berikan ke teman yang dengan berkaca-kaca bilang tenkyu.. plus kita bisa pesan sponsor dikit ” Mangkenyee pake Linux biar ga was was virus!” Minimal elo pake dual boot dulu ya, mayan buat scan2 flashdisk baru restart en masuk ke Windo** klo kepaksa. Akhirnya, 1 orang menginstall Linux. Dualboot dan 1 orang ini ngajak yang laen dan yang laen.. klo memang mendapat “hidayah” ya lama-lama juga full Linux (OS Utama dan Pertama).

Kedua, ngga perlu capek instal ulang lagi, instal ulang lagi gara2 crash, hang, rusak, virus dst. Mana kalo install musti repot sediain seabrek2 CD mulai CD Installer Windows, Office, Grafis, Image viewer, Update-update, Antivirus, Games-games de el el… Sekali lagi.. Capeeek deehhhh

Ketiga, udah install ulang, eh tampilannya pasti itu-itu aja. Kalo nggak gambar Laut biru, ya padang rumput hihi.. di seluruh dunia, kalo Install XP kayaknya gambarnya itu-itu aja deh cmiiw.. kalo Linux, ya gw install Linux baru alasannya cuma satu. Gara-gara hal-hal yang krusial dan antara hidup mati hehe.. BOSAN sama Linux yang ada. Atau mau coba-coba Linux laen (penasaran tampilan desktop dan aplikasi-aplikasi defaultnya).

Secara gw Anak gaul, independen means that gw ga mau sama persis dengan orang lain, harus punya kepribadian, berani tampil beda, ekspresif, pengen tau, tidak mau diatur, rebel, suka-suka gw, kumaha aing pokoknya dah.. jadinya, gw ngerasa gw butuh lebih dari Windo**. Yang semuanya sama, semuanya sama-sama disuruh pake doang. Ga bisa tau isinya apa. Gw ga bisa meen.. gw mau tau apa yang gw pake, yang gw telen, yang gw makan. Ga isa dikasih doang. En, harus personalized gw dong.. Enak aja cuman disuruh make ga tau apa-apa. Ngga gw banget dehh.. Gw kudu bebas, gak mau dicekokin Windows bajakan klo ga harus bayar jutaan. Ih sory yee mending gw pake yang lain. Masalah susah, ya bisa dipelajari. Yang penting kita punya kemauan belajar. Gitu aja kok repot.. Duit buat beli segala macem software bisa gw pake buat makan en beli barang2 laen lah. ga worth it banget keluar duit buat beli Sistem operasi yang terlalu gampang dan terlalu banyak kelemahan yang bisa di eksploitasi semua orang.

Linux itu Free dan Open Source.. wuih denger kata-kata ini aja, jiwa gw bergelora ceilee hehe.. kayaknya mewakili jiwa gw banget. So, kudu bisa ni Linux, so Install deh, so cobain deh.. so, belajar deh.. so, jadi Independen SEJATI Bro!

So Intellectual!

Read Full Post | Make a Comment ( 5 so far )

    About

    Just Another “Cerdik Cendikia” Center wannabe like The Habibie Center, Mega Center, Amien Rais Center, Nurcholis Madjid Institute, Akbar Tanjung Institute, Wahid Institute, Syafii Maarif Institute dan seterusnya..

    RSS

    Subscribe Via RSS

    • Subscribe with Bloglines
    • Add your feed to Newsburst from CNET News.com
    • Subscribe in Google Reader
    • Add to My Yahoo!
    • Subscribe in NewsGator Online
    • The latest comments to all posts in RSS

    Meta

Liked it here?
Why not try sites on the blogroll...